Kamis, 17 April 2014

Matu

foto duta suhanda


“MATU”
                        By : Elly Dharmawanti

*
Jika kamu berkunjung ke kotaku,kamu harus tau hal-hal apa yang dianggap tabu.
Udara subuh  menyelimuti seisi pekon, angin barat  bertiup kencang membuat kebanyakan orang enggan meninggalkan kamar yang hangat dan nyaman. Tapi tidak di rumah Lekok,semenjak azan subuh belum berkumandang, Mandok istrinya sudah sibuk di dapur, menyalakan tungku, menjerang air, masak dengan lauk seadanya.Lantas menyiapakan kopi dan sarapan sederhana untuk suaminya bekerja.
Lekok terkadang merasa iba melihat kondisi istrinya, semakin hari tubuhnya terlihat semakin kurus,virus tuberklosis yang menggerogoti paru-parunya sudah merengut kemolekan tubuh prempuan yang sangat ia cintai itu.Meski sudah delapan tahun usia perkawinan mereka belum juga di karuniai keturunan, Lekok tak pernah mengeluh, baginya dengan atau tampa seorang anak, asal setiap hari ia bisa melihat istrinya tersenyum, itu lebih dari cukup.
Lekok bukan lelaki kaya, meski ia anak satu-satunya, tapi keluarganya hidup dalam kekurangan, ibunya hanya buruh tani,yang hanya  mendapat pekerjaan ketika musim tanam atau panen di mulai, sementara ayahnya hanya seorang pencari sarang walet yang menghabiskan harinya menyusuri goa-goa yang tersebar di sepanjang pantai pesisir barat ini. Pekerjaan yang sangat beresiko dan tidak sesuai dengan  penghasilan yang di dapat, meski sering ia mendengar kabar dari  mulut ke mulut bahwa sarang walet sangat di gemari para cukong di kota bahkan luar negri dengan harga yang selangit.
**
Beberapa tahun terakhir ini Lekok mulai mengikuti jejak ayahnya menyusuri goa-goa batu sepanjang garis  pantai, mencoba mengais rejeki dari liur yang di kumpulkan para burung berbulu hitam tersebut. Ia ingin sekali mengumpulan uang dan membawa istrinya Mandok ke rumah sakit besar di kota propinsi, ia ingin istrinya kembali sehat dan bugar seperti ketika pertama kali mereka bertemu. Lekok tau, mesti tidak pernah mengeluh, tapi istrinya merasakan sakit yang teramat sangat, apalagi kala dingin menyerang  di rumah mereka yang sederhana, suara batuk istrinya seakan menikam jantung Lekok,perih.
Pagi-pagi sekali, setelah menyantap hidangan yang disediakan istrinya, Lekok mengambil peralatan yang biasa ia gunakan menyusuri goa, batre, tali,pisau,golok, dan tangga bambu juga galah yang biasa ia manfaatkan untuk menjangkau sarang-sarang walet yang ada di tempat yang lebih tinggi.
Meski berat dan sangat ingin menghentikan langkah suaminya untuk berburu sarang walet pagi ini, Mandok tetap memperhatikan suaminya dalam diam, berdoa agak suaminya kembali pulang dalam keadaan sehat.



***  
Sendirian, lekok mulai menyusuru pantai, jarak goa yang ia tuju sangat jauh, kalau tidak ingin ketinggalan dengan rombongan yang lain, ia harus berangkat lebih awal dari biasanya.Meski peralatan yang mereka gunakan sangat sederhana, tapi pekerjaan ini membutuhkan kerjasama dan resiko yang sangat berat. Sudah banyak  Lekok menyaksikan teman-teman sepropesinya meninggal secara  tragis  ketika sedang bekerja. Dinding-dinding goa yang licin, pengap dan gelap, sangat menyulitkan mereka menggapai sarang walet yang umumnya menempel di langit-langit goa. Toh, semua itu tidak menyurutkan niat  Lekok,di setiap langkahnya yang terbayang hanyalah wajah kuyu istrinya, menahan sakit berkepanjangan, ia ingin istrinya segera sembuh.
Bagi Lekok,menyusuri tiap  goa di sepanjang pantai  pesisir  ini, memberikan banyak kisah, banyak ketakutan dan kekhawatiran yang mengendap di dadanya, terutama ketika ia menatap di kedalaman goa yang gelap.Ada perasaan asing dan aneh yang mistis ketika ia mulai melangkahkan kaki memasuki goa.
Banyak cerita, banyak kisah yang ia dengar dari kecil mengenai keberadaan goa-goa yang ada di bibir pantai, terutama kisah tentang pemilik goa tersebut yang di yakini masyarakat sebagai matu, sebuah kerajaan yang teramat besar di alam gaib yang dipimpin oleh seorang putri cantik, yang menurut kepercayaan sebagian masyarakat merupakan pemilik sah dari liur liur yang di hasilkan walet, karenanya setiap hendak memasuki suatu goa, Lekok dan rombombongan terlebih dahulu melakukan ritual, permohonan kepada penunggu goa sehingga mereka bisa melakukan aktifitas dengan tenang dan selamat.
****
Percaya atau tidak, matu begitu mengakar dalam setiap langkah para pencari sarang walet, sehingga  adakalanya, ketika mereka mendapatkan kesialan, mereka sengaja  atau tidak menghubung-hubungkan semua pristiwa dengan kemarahan sang matu “barang kali ada yang tidak matu suka dari kita, atau ada diantara kita yang berpikiran jelek ketika di dalam goa “ seperti itulah yang ada di kepala setiap anggota rombongan.
Konon menurut cerita yang didengar Lekok dan telah dikisahkan turun temurun oleh para orang tua kepada anak-anak mereka di pekon, matu bukan hanya sekedar penguasa goa-goa walet, tapi mereka juga penguasa lautan, mereka memiliki kerajaan terbesar di alam gaib yang hanya orang-orang tertentu saja bisa melihat dan mengunjunginya.
Matu bukan mahluk jahat, bahkan dipercaya sebagai pelindung dan pemberi berkah, terutama bagi mereka yang memiliki kaul, karenanya  untuk menjembatani hubungan antara manusia dan matu peran juru kunci sangatlah utama.
Lekok sendiri pernah beberapa kali melihat penampakan dari kalangan mereka, ketika tengah berada di atas ketinggian berusaha menggapai sarang walet  dengan tangannya.  Dalam penglihatan Lekok,mahluk yang disebut matu itu, nyaris memiliki aktifitas sama dengan manusia, mereka memiliki perkampungan-perkampungan dengan aktifitas yang padat. Dan Lekok selalu ketakutan bila melihat penampakan tersebut, tapi ia selalui diam sambil melanjutkan pekerjaannya.

*****    
Ketika berangkat tadi, Lekok sangat berat melangkahkan kaki, meninggalkan rumah, meninggalkan istrinya yang sedang sakit.Tapi Lekok tak ada pilihan lain, masa panen di pekon belum dimulai, itu artinya tidak ada lagi tempat bekerja kecuali mengikuti rombongan menyelusuri goa-goa di sepanjang pantai.
Matahari sudah menampakkan sinarnya ketika lekok dan rombongan tiba di mulut goa, meraba raba jalan diantara bebatuan licin tampa penerangan memadai, Dari aroma kotoran walet yang tercium tajam bercampur pengapnya udara pagi lekok bisa menebak bahwa di dalam sana banyak walet walet yang menetap dan tentunya banyak juga sarang yang mereka buat. Membayangkan itu smua anggota rombongan makin bersemangat makin dalam menapaki lorong-lorong goa.dan lekok tidak bisa menepis ingatan akan  istrinya.ia begitu bersemangat memanjat dinding-dinding goa hingga tidak menghiraukan betapa licin dan berlumutnya bebatuan yang ia pijak,tangannya terus menggapai di ketinggian hingga ia merasa semakin tinggi,tinggi di awan.tiba-tiba ia merasa di hempas hingga ke dasar bumi,meski samar ia masih sempat menangkap jeritan panik teman-temannya,tapi ia hanya bisa memejamkan mata semua menjadi gelap.




******
Seperti biasa Mandok melakukan pekerjaan sehari hari meski dengan tubuh yang lemah,ia membereskan rumah memasak nasi dan lauk sekedarnya,kemudian segera membersihkan diri,mengenakan pakaian terbagus yang ia miliki .Hari ini Lekok suaminya pulang setelah perjalanan jauh  menyelusuri gua-gua di bibir pantai,mandok ingin menyambut kepulangan suaminya dengan dandana yang paling cantik.perempuan itu tersenyum sambil menyisir rambut hitamnya.
Hari menjelang senja, mandok tidak mengalihkan pandangannya dari jalan di ujung pekon,ia melihat rombongan yang sama ketika hari keberangkatan suaminya,ia bisa mengenali mereka satu persatu, ada jarwo,marto,mardi dan beberapa anggota rombongan dibelakanganya,mereka membawa sesuatu  seperti mengusung sesuatu di atas tandu,mandok tidak memperhatikan mereka smua,ia sibuk mencari-cari sosok suaminya,kenapa ia tidak terlihat di antara rombongan,kemana ia?apa ia sengaja berada di belakang rombongan hingga tak terlihat? ,berbagai pertayanyaan muncul di benak mandok,hingga rombongan sampai di halaman rumahnya.mandok masih saja sibuk mencari-cari. Hingga beberapa orang menurunkan sesuatu dari atas tandu tepat di hadapan mandok, mandok terpaku,matanya membelak dengan tubuh kaku.

Salui Pitu

foto duta suhanda


Salui Pitu
By : elly dharmawanti

“Aku  kisahkan   kembali  padamu,  tentang  dongeng  masa  lalu”
*
Pekon balak suatu sore, kembali aku mengunjung among Unah di kediamannya yang asri,rumah panggung tua, dengan tiang-tiang penyangga yang kokoh, halaman luas penuh aneka plawija “tanah batu brak teramat subur, sayang kalau hanya di biarkan kosong” ujarnya suatu siang ketika  aku menemani dia menanam cabe di pekarangan.
Bukan tampa alasan aku suka dan teramat sering mengunjugi perempuan bercucu dua belas  ini di kediamannya.Perempuan yang diusia senja lebih memilih tinggal bersama seorang  anak dari sepupunya di rumah peninggalan suami  ketimbang ikut anak-anak ke kota.Selalu ada kerinduan dan rasa penasaran yang dalam, terhadap perempuan itu, perempuan yang kerap menceritakan tentang kisah-kisah masa lalu.
Aku bahkan rela, berpanas-panas di terik matahari membantu Among Unah menanam  aneka sayuran, dengan harapan setelah selesai nanti dia dengan rela akan bercerita mengisahkan dongeng-dongeng masa lalu yang tidak kudapati dalam buku.
Seperti sore ini, setelah lelah menanam ubi di pekarangn rumahnya yang luas, aku menemani  Among Unah duduk di beranda, ditemani kopi panas dan ubi goreng kesukaannya, aku dengan sabar menunggu ia bercerita. Sambil menyeruput  kopi, ia terkekeh, melihat aku yang mulai gelisah  duduk menunggu ia bersuara.
 **
Syahdan di kerajaan sekala brak dulu dipimpin oleh seorang raja yang cakap lagi bijak ana, seluruh isi negri makmur, sandang pangan berlimpah ruah.raja sangat di cintai rakyatnya. Raja dan keluarga besarnya tinggal di  lamban gedung, sebuah rumah panggung yang megah dan luas,yang di halaman belakangnya membentang hamparan sawah dan pegunungan asri dengan jejeran pohon bambu berbaris rapi.
Bukan hanya itu, di belakang  lamban  gedung pun  terdapat sumber mata air yang sangat jernih dan  melimpah ruah, menurut cerita sumber air ini tidak pernah kekeringan, bahkan kala kemarau tiba. Tak ada yang tau persisi dari mana  sumber airnya. Para putri raja sangat senang bermain dan mandi di sini, karena raja memiliki tujuh orang putri maka sumber air tersebut di rawat dan di buat kolam pemandian dengan tujuh buah pancuran yang bisa digunakan oleh ketujuh putri. Kolam pemandian inipun di beri nama salui pitu yang artinya pancuran tujuh.

***
Pada suatu ketika,kerajaan sekala brak di landa musim kemarau berkepanjangan, sawah ladang kering terbengkalai, ternak  mati, begitu juga dengan rakyat sekala brak, banyak yang menderita kelaparan karena kekurangan bahan pangan. Alkisah seluruh isi negri bersedih, wajah-wajah berubah muram, tak ada harapan, sementara hujan yang mereka nantikan tak kunjung tiba.

Raja sangat sedih melihat penderitaan rakyatnya,ia mengerahkan seluruh orang kepercayaan, menempuh hutan belantara mencari sumber air yang bisa di manfaatkan oleh rakyat sekala brak.Akan tetapi semua pulang dengan sia-sia, tak seorangpun dari mereka menemukan sumber air.
Melihat  sang ayah sedang dalam kesusahan para putri pun sepakat,  mebiarkan kolam pemandian mereka di gunakan untuk kepentingan bersama, siapapun bisa memanfaatkan tempat tersebut  asal di rawat dan di jaga kebersihannya.
Mendengar  keputusan para putrinya, raja sangat terharu dan bahagia, maka segera ia membuat pengumuman bahwa siapa saja boleh mandi dan memanfaatkan air di salui pitu tersebut. Sejak  saat itu salui pitu selalu ramai di kunjungi oleh warga dari berbagai pelosok desa. Dan karena ketulusan budi para putrid raja, maka salui pitu di berkati para dewa. “barang siapa yang mandi dan mensucikan diri di salui pitu, ia akan di berkati kecantikan dan ketulusan hati  seperti para putri raja”
Among unah berhenti sejenak, menghirup kopi yang mulai dingin, lantas ia tertawa menggodaku “ kalao kamu mau secantik putri raja, mandilah ke salui pitu sekarang juga”




*special thanks to warga batu brak

Kangen

foto duta suhanda


Kangen

by : Elly Darmawanti

Rinduku nyalang
Pada matamu yang bintang
Wajahmu dimana-mana
Memantul kedinding ke kaca
Tergesa dupa kunyala
Kurapal namamu serupa mantra
..::segeralah kau nyata



Tiram

Tiramku  nyalang
Di matamu sai bintang
Pudakmu dipa ipa
Ngemantul mit dinding mit kaca
Bugeluk dupa ku hurikkon
Ngeracaukon ghelarmu injuk mantra
..::gelukkon niku nyata

Luka

 
foto duta suhanda
Luka
 
by : Elly Darmawanti

Aku bisa apa
Melihatmu dengan sadar khianati
Sesuatu  yang kau sebut ..::kita



katan

nyak dapok api
ngeliah niku penuh kesadaran khianati
sesuatu sai ku sebut...::ram