Rabu, 16 April 2014

Nasehat Ibu

foto McKin 






Nasehat Ibu

by Eli Darmawanti
 
Jangan pernah bermain api
Meski bara nyaris menjadi abu
Tak baik buat kulit mulusmu
Itu nasehat ibu
Harusnya kamu tau
Rintik hujan tak bisa menyakitimu
Cuaca juga tak bisa menggigilkanmu
Nyala apipun tak bisa membakarmu



Nasehat ibu
Dang pernah mainkon apui
Kipakl bara adu haga jadi hambua
Mak helau jama bawak kecahmu
Sino nasehat ina
Harusni niku pandai
Bebenyas terai mak dapok nyakikkon niku
Cuaca juga mak dapok ngisonkon niku
Apui balak juga mak dapok ngerulap niku

Kuala Stabas

foto McKin


Kuala Stabas
by Elly Darmawanti 
                       
Sebuah dermaga
Sebuah kuala
Pada sebuah senja
Masih dengan sandal yang sama
 Setia menunggu kabar dari sebuah Bandar
..::pada angin nelayan kembangkan layar


Kuala Setabas

Kesai dermaga
Kesai kuala
Pas sanjor rani
Masih makai selop sai gegoh
Setia nunggu kabar jak Bandar
..:diangin  nelayan kembangkon layar

Tenumbang

foto duta suhanda


Tenumbang
by Eli Darmawanti 

Tenumbang
Tenumbang
Tenumbang
Aku kisahkan kembali padamu
Tentang rumah yang muram
Sebab  hangat
Hanya bisa kukenang



Tenumbang

Tenumbang
Tenumbang
Tenumbang
Kukisahkon luwot jama niku
Hal lamban sai murram
Ulih handop
Angkah dapok kuingok

“Kumbang Bi,Kembang Kenangan "

 
foto duta suhanda
Kumbang bi,Kembang kenangan”
By : Elly dharmawanti

Ini bunga masa kecilku,serupa trompet mungil merah dan putih bergelantungan.Bunga dengan tangkai dan batang yang hijau,bijinya apabila sudah matang akan berwarna kehitam-hitaman.Orang-orang ada yang menyebut bunga pukul empat,karena sekitar pukul empat itulah ramai kuncup bunga bermekaran.Kami namai ia Kumbang dibi,bunga sore hari.

Mungkin bunga  ini tak istimewa,tapi biarpun begitu ia selalu mendapat tempat dalam ingatanku.ingatan yang mengantarku pada sore yang sederhana.pernah seorang anak laki-laki kecil meronceng  kuntum demi kuntum lantas melingkarkannya keleher dan kepalaku.Lantas kami bermain hingga lupa waktu,lupa makan,lyupa segala,sampai akhirnya lantang suara ibu menyuruh segera pulang.

Kumbang bi,kembang kenangan itu,kau bentangkan peristiwa ketika kami bisa membuat mainan sendiri dari bahan apa saja; pelepah pisang,kulit jeruk bali,tempurung papaya dan kelapa,daun nangka menjadi mahkota dan lain sebagainya.Meski sederhana,tapi senyum kami tak henti bermekaran.Kami juga berkerabat dengan hujan,terik matahari, air dan lumpur jalan,juga ombak yang tak henti menggapai pantau jukung.Tapi semua telah berlalu,kini kulihat anak-anak kecil yang lebih suka berkunjung ke game zone. Andi gila main Play Station dan mobil-mobilan produksi luar negeri.Atau tengoklah Dewi yang sudah pandai memencet-mencet tombol telepon genggam, padehal ia belum lulus sekolah dasar.Zaman sudah berubah.

**
Suatu sore di Tanjung karang,ramai orang memacu kendaraan disepanjang jalan kartini.semua tampak tergesa-gesa.Mungkin ingin lekas beristirahat,hendak jalan-jalan,kencan dengan kekasih atau apa saja.Entahlah, kulambatkan laju mobil ketika masuk sebuah perempatan.Lampu merah menyala.Sembari menunggu lampu menyala hijau ku nikmati alunan music di mobilku. Tapi tak lama kemudian mataku tertuju pada serumpun bunga yang bermekaran  diseberang jalan.Bunga yang iondah kokoh dan hijau.
Aku tercekat, itu kumbang bi ,bunga masa kecilku.Ingatanku kembali pada sosok bertubuh tegap dengan sorot mata tajam dan rambut ikal sedikit mengkilap.Aku tersenyum-senyum sendiri.Mengenang anak lelaki yang selalu menjaga dan menemaniku dari gangguan anak-anak lain. Ia yang kerap meredakan tangisku kala jatuh dari sepeda. “sini,aku pakaikan bunga ini di kepalamu”ujar Hendri ketika itu.Tak berselang lama kumbang bi telah melekat dileher dan kepalaku.
Hendri,dimana kamu sekarang?Apa kamu masih ingat masa-masa itu?Atau malah telah terkubur  sejak kita berpisah dulu?gumaku.Suara klakson kendaraan membuyarkan lamunan.Lampu telah berubah hijau.
Ya,kumbang bi membuat sosok Hendri kembali hadir ketika rumah tanggaku tak mampu kuselamatkan.Mungkin karena dulu kami pernah sama-sama berjanji untuk hidup bersama.Tapi barangkali ia sudah lupa,pasti ia sudah punya anak satu atau dua.Kami berpisah setelah sama-sama lulus SMP.Keluargaku memutuskan pindah ke Tanjung Karang.Sejak itu tak ada kabar tentangnya.
Dua puluh tahun sudah, banyak peristiwa kulewati,tapi ketika kulihat kumbang bi diseberang jalan, Hendri dan kenangan-kenangan semasa di kampong kembali menyeruak.Semua Nampak masih begitu jelas,wajahnya,bentuk tubuhnya dan senyumnya.
Ia sahabat terbaik yang pernah kumiliki atau bahkan mungkin lebih.Ada pendar dimatanya,ada getar didadaku yang tak bias dicerna nalar oleh anak seusia kami ketika itu. Entahlah,sekian lama aku seperti tak mengenal lelaki lain.Dia membuat kamarku penuh bunga,bintang dan kunang-kunang.

***
Tiba-tiba ada semacam dorongan yang kuat mengusaiku. Hingga kuputar mobil untuk mengambil arah berbeda.Mobil berbelok arah.Aku tersenyum ketika telinga serasa pekak oleh suara klakson dari kendaraan di belakangku.Hujan sebentar lagi tumpah.Tapi niatku sudah bulat,kudatangi lagi area parkir,dimana kumbang bi berada. Kuputuskan tidak segera pulang,kuabaikan langit yang disesaki awan hitam.Lantas sesampainya disana,aku berjongkok dirimbun bunga itu.Mataku sibuk mencari biji hitam yang bias kutanam dipekarangan rumah.Aku tak menemukannya.Ada banyak biji tapi masih sangat muda.Aku tak mau putus asa. Kusibak rumputan,dan akhirnya kutemukan tunas baru.Lega rasanya,langit seolah berubah biru.

Kini kumbang bi tertanam sudah dihalaman.Sesekali kuperiksa lagi album lama,kunikmati sebuah foto yang menguning dimakan usia.Foto kami berdua tersenyum malu-malu dalam balutan seragam putih biru.Sebuah bunga yang sangat istimewa ada diantara kami.Kuhela napas panjang.

Seperti biasa,aku disibukkan dengan tugas kantor yang menumpuk,keningku berkerut,tapi sejujurnya bukan soal pekerjaan yang membuat kepalaku mau pecah.Tapi kumbang bi. Lantas aku berencana cuti untuk waktu yang cukup lama.Aku ingin mengumpulkan kepingan masa kecilku.
***
Berbekal  beberapa nama kerabat aku membulatkan tekat kesana.Tak ada yang tahu persis sesungguhnya untuk apa aku mesti pergi.Aku tidak mau keluarga dan teman-teman menganggap aku gila.Bagaimana tidak,mungkin aku harus menempuh perjalanan darat selama seharian.Itu bukan hal mudah dan menyenangkan.Ditambah jalanan yang payah dan tak ada alasan lain pula kecuali untuk menelusuri kenangan yang mungkin pada akhirnya akan sia-sia. Maka sempurnalah kegilaanku.
Bus yang kutumpangi sampai dikota kecamatan.Dua jam perjalanan meski kutempuh untuk sampai tujuan.Kutembus hutan bukit barisan dengan sedikit waswas.Akhirnya setelah melewati banyak tanjakan,jalanan yang aspalnya telah mengupas,sampai juga.Kumbang bi dimanakah engkau,mengapa tak lekas kau sapa aku???
Sepi
Sepi
Hanya desir angin.hanya daun-daun yang bergoyang.Apakah perjalananku sia-sia? Mengapa aku tak menemukan apa-apa disini,bahkan petunjuk kecil tentang keberadaannya,gumaku setelah beberapa jam menelusuri jalan di kampung.
“oh,nak hendri dan keluarga sudah lama pindah,tidak tahu kemana pindahnya”ujar salah satu tetangganya.Jawaban yang sama tiap kali aku bertanya pada yang lainnya.Malah ada yang tidak tahu siapa Hendri. Ternya tidak lama keluarga kami pindah  Hendri juga melakukan hal yang sama. Masih kutemukan beberapa kumbang bi dipinggir jalan.Tapi tak ada yang berkalung dan bermahkota kumbang bi seperti dulu. Hampi satu minggu aku mencarinya. Tak ada hasil.

***
Aku kembali pada pekerjaan kantor yang menumpuk akhir-akhir ini kerap membuatku pulang lebih larut.Berkali-kali berharap keajaiban,agar tuhan sedikit bermurah hati mempertemukanku dengan Hendri.Doa kulantunkan hamper setiap saat.
Nyaris tengah malam.setelah membereskan pekerjaan,kupacu kendaraan menembus tanjung karang yang sudah mendengkur.Lembut suara Kenny G mengalun menemaniku melewati jalan yang sama setiap hari. Tapi mala mini benar-benar sepi,barangkali karena hujan seharian menyebabkan orang enggan meninggalkan rumah.
Tiba-tiba jalanan yang tadinya sepi,dipekakkan suara bising beberapa kendaraan bermotor.Mereka nggapit mobilku.Mengetuk ngetuk jendela kaca.Aku kaget,ada gelagat buruk.Sebuah sepeda motor melintang di depanku,kuhentikan kendaraan dengan mendadak.Tiga orang pengendara motor lain turun lantas mnegedor pintu mobil dan menyeret paksa aku keluar,dengan senjata menempel dileher.napasku sesak,tangan dan kakiku gemetar.Aku meronta sekuatnya,sementara satu orang masuk kemobil membongkar dan mengobrak abrik  apa saja yang ada didalamnya.
Entah dorongan apa yang membuat mataku bersitatap dengan orang yang kini mengacak-acak mobilku.Sepasang mata itu juga menatapku.Terbelak tak percaya,mulutnya menggangga,lantas dengan segera ia melompat keluar,menghempas pintu  mobil keras-keras dan berteriak,”siiiiiiiiiiaaaaaaallllllll”. Dia lantas member isyarat kepad teman-temannya untuk pergi, meninggalkanku yang masih bersimpuh ditanah.
Tangisku pecah.Aku terkejut. Tapi sungguh kali ini bukan karena keselamatanku nyaris terancam,bukan karena aku nyaris mendari korban tindak criminal,tapi karena aku yakin bahwa sepasang mata itu milik Hendri    (dimuat di lampung post 19/12/2010)