foto duta suhanda |
“MATU”
By
: Elly Dharmawanti
*
Jika
kamu berkunjung ke kotaku,kamu harus tau hal-hal apa yang dianggap tabu.
Udara
subuh menyelimuti seisi pekon, angin
barat bertiup kencang membuat kebanyakan
orang enggan meninggalkan kamar yang hangat dan nyaman. Tapi tidak di rumah
Lekok,semenjak azan subuh belum berkumandang, Mandok istrinya sudah sibuk di
dapur, menyalakan tungku, menjerang air, masak dengan lauk seadanya.Lantas
menyiapakan kopi dan sarapan sederhana untuk suaminya bekerja.
Lekok
terkadang merasa iba melihat kondisi istrinya, semakin hari tubuhnya terlihat
semakin kurus,virus tuberklosis yang menggerogoti paru-parunya sudah merengut
kemolekan tubuh prempuan yang sangat ia cintai itu.Meski sudah delapan tahun
usia perkawinan mereka belum juga di karuniai keturunan, Lekok tak pernah
mengeluh, baginya dengan atau tampa seorang anak, asal setiap hari ia bisa
melihat istrinya tersenyum, itu lebih dari cukup.
Lekok
bukan lelaki kaya, meski ia anak satu-satunya, tapi keluarganya hidup dalam
kekurangan, ibunya hanya buruh tani,yang hanya mendapat pekerjaan ketika musim tanam atau
panen di mulai, sementara ayahnya hanya seorang pencari sarang walet yang
menghabiskan harinya menyusuri goa-goa yang tersebar di sepanjang pantai
pesisir barat ini. Pekerjaan yang sangat beresiko dan tidak sesuai dengan penghasilan yang di dapat, meski sering ia
mendengar kabar dari mulut ke mulut
bahwa sarang walet sangat di gemari para cukong di kota bahkan luar negri
dengan harga yang selangit.
**
Beberapa
tahun terakhir ini Lekok mulai mengikuti jejak ayahnya menyusuri goa-goa batu
sepanjang garis pantai, mencoba mengais
rejeki dari liur yang di kumpulkan para burung berbulu hitam tersebut. Ia ingin
sekali mengumpulan uang dan membawa istrinya Mandok ke rumah sakit besar di
kota propinsi, ia ingin istrinya kembali sehat dan bugar seperti ketika pertama
kali mereka bertemu. Lekok tau, mesti tidak pernah mengeluh, tapi istrinya
merasakan sakit yang teramat sangat, apalagi kala dingin menyerang di rumah mereka yang sederhana, suara batuk
istrinya seakan menikam jantung Lekok,perih.
Pagi-pagi
sekali, setelah menyantap hidangan yang disediakan istrinya, Lekok mengambil
peralatan yang biasa ia gunakan menyusuri goa, batre, tali,pisau,golok, dan
tangga bambu juga galah yang biasa ia manfaatkan untuk menjangkau sarang-sarang
walet yang ada di tempat yang lebih tinggi.
Meski
berat dan sangat ingin menghentikan langkah suaminya untuk berburu sarang walet
pagi ini, Mandok tetap memperhatikan suaminya dalam diam, berdoa agak suaminya
kembali pulang dalam keadaan sehat.
***
Sendirian,
lekok mulai menyusuru pantai, jarak goa yang ia tuju sangat jauh, kalau tidak
ingin ketinggalan dengan rombongan yang lain, ia harus berangkat lebih awal
dari biasanya.Meski peralatan yang mereka gunakan sangat sederhana, tapi
pekerjaan ini membutuhkan kerjasama dan resiko yang sangat berat. Sudah
banyak Lekok menyaksikan teman-teman
sepropesinya meninggal secara
tragis ketika sedang bekerja.
Dinding-dinding goa yang licin, pengap dan gelap, sangat menyulitkan mereka
menggapai sarang walet yang umumnya menempel di langit-langit goa. Toh, semua
itu tidak menyurutkan niat Lekok,di
setiap langkahnya yang terbayang hanyalah wajah kuyu istrinya, menahan sakit
berkepanjangan, ia ingin istrinya segera sembuh.
Bagi
Lekok,menyusuri tiap goa di sepanjang
pantai pesisir ini, memberikan banyak kisah, banyak
ketakutan dan kekhawatiran yang mengendap di dadanya, terutama ketika ia
menatap di kedalaman goa yang gelap.Ada perasaan asing dan aneh yang mistis
ketika ia mulai melangkahkan kaki memasuki goa.
Banyak
cerita, banyak kisah yang ia dengar dari kecil mengenai keberadaan goa-goa yang
ada di bibir pantai, terutama kisah tentang
pemilik goa tersebut yang di yakini masyarakat sebagai matu, sebuah kerajaan yang teramat besar di alam gaib yang dipimpin
oleh seorang putri cantik, yang menurut kepercayaan sebagian masyarakat
merupakan pemilik sah dari liur liur yang di hasilkan walet, karenanya setiap
hendak memasuki suatu goa, Lekok dan rombombongan terlebih dahulu melakukan
ritual, permohonan kepada penunggu goa sehingga mereka bisa melakukan aktifitas
dengan tenang dan selamat.
****
Percaya
atau tidak, matu begitu mengakar
dalam setiap langkah para pencari sarang walet, sehingga adakalanya, ketika mereka mendapatkan
kesialan, mereka sengaja atau tidak
menghubung-hubungkan semua pristiwa dengan kemarahan sang matu “barang kali ada yang tidak matu suka dari kita, atau ada
diantara kita yang berpikiran jelek ketika di dalam goa “ seperti itulah yang
ada di kepala setiap anggota rombongan.
Konon
menurut cerita yang didengar Lekok dan telah dikisahkan turun temurun oleh para
orang tua kepada anak-anak mereka di pekon,
matu bukan hanya sekedar penguasa goa-goa walet, tapi mereka juga penguasa
lautan, mereka memiliki kerajaan terbesar di alam gaib yang hanya orang-orang
tertentu saja bisa melihat dan mengunjunginya.
Matu bukan mahluk jahat,
bahkan dipercaya sebagai pelindung dan pemberi berkah, terutama bagi mereka
yang memiliki kaul, karenanya untuk
menjembatani hubungan antara manusia dan matu peran juru kunci sangatlah utama.
Lekok
sendiri pernah beberapa kali melihat penampakan dari kalangan mereka, ketika
tengah berada di atas ketinggian berusaha menggapai sarang walet dengan tangannya. Dalam penglihatan Lekok,mahluk yang disebut matu itu, nyaris memiliki aktifitas sama
dengan manusia, mereka memiliki perkampungan-perkampungan dengan aktifitas yang
padat. Dan Lekok selalu ketakutan bila melihat penampakan tersebut, tapi ia
selalui diam sambil melanjutkan pekerjaannya.
*****
Ketika
berangkat tadi, Lekok sangat berat melangkahkan kaki, meninggalkan rumah,
meninggalkan istrinya yang sedang sakit.Tapi Lekok tak ada pilihan lain, masa
panen di pekon belum dimulai, itu artinya tidak ada lagi tempat bekerja kecuali
mengikuti rombongan menyelusuri goa-goa di sepanjang pantai.
Matahari
sudah menampakkan sinarnya ketika lekok dan rombongan tiba di mulut goa, meraba
raba jalan diantara bebatuan licin tampa penerangan memadai, Dari aroma kotoran
walet yang tercium tajam bercampur pengapnya udara pagi lekok bisa menebak
bahwa di dalam sana banyak walet walet yang menetap dan tentunya banyak juga
sarang yang mereka buat. Membayangkan itu smua anggota rombongan makin
bersemangat makin dalam menapaki lorong-lorong goa.dan lekok tidak bisa menepis
ingatan akan istrinya.ia begitu
bersemangat memanjat dinding-dinding goa hingga tidak menghiraukan betapa licin
dan berlumutnya bebatuan yang ia pijak,tangannya terus menggapai di ketinggian
hingga ia merasa semakin tinggi,tinggi di awan.tiba-tiba ia merasa di hempas
hingga ke dasar bumi,meski samar ia masih sempat menangkap jeritan panik
teman-temannya,tapi ia hanya bisa memejamkan mata semua menjadi gelap.
******
Seperti
biasa Mandok melakukan pekerjaan sehari hari meski dengan tubuh yang lemah,ia
membereskan rumah memasak nasi dan lauk sekedarnya,kemudian segera membersihkan
diri,mengenakan pakaian terbagus yang ia miliki .Hari ini Lekok suaminya pulang
setelah perjalanan jauh menyelusuri
gua-gua di bibir pantai,mandok ingin menyambut kepulangan suaminya dengan
dandana yang paling cantik.perempuan itu tersenyum sambil menyisir rambut
hitamnya.
Hari
menjelang senja, mandok tidak mengalihkan pandangannya dari jalan di ujung
pekon,ia melihat rombongan yang sama ketika hari keberangkatan suaminya,ia bisa
mengenali mereka satu persatu, ada jarwo,marto,mardi dan beberapa anggota
rombongan dibelakanganya,mereka membawa sesuatu
seperti mengusung sesuatu di atas tandu,mandok tidak memperhatikan
mereka smua,ia sibuk mencari-cari sosok suaminya,kenapa ia tidak terlihat di
antara rombongan,kemana ia?apa ia sengaja berada di belakang rombongan hingga
tak terlihat? ,berbagai pertayanyaan muncul di benak mandok,hingga rombongan
sampai di halaman rumahnya.mandok masih saja sibuk mencari-cari. Hingga beberapa
orang menurunkan sesuatu dari atas tandu tepat di hadapan mandok, mandok
terpaku,matanya membelak dengan tubuh kaku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar