Sincia dimata Mei
By : elly dharmawanti
“meski harimu penuh darah dan air mata, tak boleh ada duka di hari
sincia”
*
Sincia telah tiba,seperti biasa ada
kemeriahan dimana-mana di rumah-rumah,mall-mall
atau bahkan dipelosok desa dan benua lain, entahlah mungkin ini hanya tradisi bagi keluarga atau tepatnya perayaan, ungkapan
rasa syukur kepada semesta atas apa yang telah kami capai di tahun sebelumnya
pun berisi doa dan harapan untuk kehidupan yang lebih baik pada tahun berikutnya.
Bagi mereka terutama kanak-kanak
sincia selalu istimewa,penuh tawa,makanan manis nan lezat,baju baru,saku penuh
angpao,nyala lampion dan kemeriahan pertunjukan barongsai, sungguh tak ada duka,begitulah
seharusnya,tapi tidak bagiku dan Mei,gadis kecil berambut coklat dengan lesung
pipit di kedua pipi putihnya.
Meski dalam keriuhan perayaan sincia, aku tau apa yang dilapalkan
mulut mungilnya setiap berada didepan altar keluarga setiap harinya,setiap
tahunnya, tepatnya lima tahun belakangan ini,hingga aku hapal kalimat pembuka
ketika ia berdo’a
Mei gadis kecilku yang baik, aku tau
pasti itu, ia tak ingin membuat smua orang mengkhawatirkannya, ia bahkan tidak
ingin membuat keributan sekecil apapun ,bahkan sekedar membantah kalimat yang
aku ucapkan,tidak pernah, ia gadis yang penurut,menyimpan duka di setiap tatap
matanya,aku tau itu,aku sadar itu.
**
Tiga minggu menjelang sincia biasanya
Mei sudah rewel pun heboh mempersiapkan baju baru yang akan ia kenakan
nanti,berikut pita rambut dan alas kaki,serba merah tentunya.ahh gadis kecil itu
slalu terpesona dengan kemeriah sincia,dia akan berlari menyusuri tiap sudut
mall atau pasar trasional mencari pernak-pernik
berlambang sio, coklat, jely, permen dan
tentu saja aneka kue lain
disertai ceracauan bibir mungil yang seolah tak ada letihnya. Belum lagi
ketika sincia tinggal hitungan hari,oh sungguh ia akan mejelma jadi gadis yang super sibuk di dalam rumah, semua harus
bersih dan rapi,tak boleh ada laba-laba
bersarang bahkan di sudut paling tersembunyi sekalipun.
Dan ketika harinya tiba, jangan tanya
betapa riang gembiranya ia,betapa cantiknya dengan balutan gaun dan pita merah
menghiasi rambut panjangnya. Dengan senyum lebar dan binar bahagia ia akan soja kehadapan seluruh anggota keluarga yang
lebih tua. kemudian ia dan para teman sebaya keliling mengunjungi rumah demi
rumah soja kepada penghuninya yang
dengan senang hati akan menyiapakn angpou ke genggaman tangan-tangan mungil
mereka disertai do’a agar slalu diberkati semesta.
Kesibukan masih berlanjut bahkan
hingga menjelang tidur, gadis kecil itu kembali disibukkan dengan angpao yang
ia dapatkan,ia akan mengingat siapa saja mereka yang telah menyelipkan amplop
merah tersebut ke tangan mungilnya,menghitung jumlah hingga menyusun rencana akan
digunakan untuk apa. duuuhh sungguh ia lambang semangat yang sempurna, sebelum
bencana itu tiba, bencana yang menghancurkan mimpi indahnya,semangatnya juga
binar indah dimatanya bukan hanya ketika sincia tiba,tapi selamanya ya
selamanya.
***
“ma,maafkan papa,baru bisa pulang
menjelang malam perayaan sincia,ada yang harus papa selesaikan dulu sebelumnya”
percakapan telpon dua hari menjelang sincia.
”papa akan tiba dirumah satu jam
sebelum kita makan bersama,papa janji” lelaki itu berusaha menyakinkan putrinya
yang merajuk meminta ia segera kembali.
Pekerjaan mengharuskan aku dan Mei
terpisah dari papanya,kami hanya bisa berkumpul seminggu sekali,kecuali ketika
sincia tiba,ia akan cuti untuk beberapa hari,tapi tidak kali ini.
Meski sedikit merjuk Mei tetap
semangat menyiapkan segala sesuatunya,barangkali karena ia yakin papanya akan
segera kembali,bahkan ketika jam makan bersama sudah lama berlalu ia masih
setia menunggu di depan pintu, berharap yang membuka pagar adalah lelaki itu.
****
Berawal dari sebuah berita, seketika
dunia runtuh diatas kepalaku juga Mei, tak
ada keluarga,teman atau siapapun juga yang bisa menghibur kami bahkan sekedar
menenangkan pun tak ada yang bisa, semua larut dalam keputusasaan dan duka.
Lelaki berpakaian jas lengkap itu
datang di pagi hari sincia, ia memperkenalkan diri sebagai utusan salah satu
maskapai penerbangan nasional, meski
sempat heran dengan kedatangan orang asing tersebut aku masih bisa menahan diri
untuk tidak banyak bertanya sebelum ia menyampaikan alasan kehadirannya di
rumah ini.
Lelaki itu datang dengan berita
tentang kecelakaan pesawat malam tadi dan sampai saat ini posisi
pesawat,seluruh penumpang dan kru belum di ketahui keberadaannya,selanjutnya
aku tidak tau apalagi yang ia jelaskan,pandanganku mulai buram kakiku pun tidak
kuat lagi menahan tubuhku yang mendadak kehilangan tenaga, aku pingsan
seketika.
Hari berlalu tampa harapan,entah
menyenangkan atau menyedihkan,tapi aku tau mei selalu berharap papanya bisa di
temukan dalam kondisi apapun “setidaknya masih ada guci papa di altar keluarga
ma” itu yang sering ia ratapkan.
*****
“meski harimu penuh darah dan air mata, tak boleh ada duka di hari sincia” ini pesan yang sering didongenkan
oleh para sesepuh tua, turun temurun,karenanya setiap sincia tiba aku dan mei
slalu menyembunyikan air mata,meski aku slalu tau do’a yang ia lapalkan tiap
harinya,tiap tahunnya “tuhan tolong kembalikan papa”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar