Rabu, 11 Januari 2017

"sincia di mata mei"



Sincia dimata Mei
By : elly dharmawanti


“meski harimu penuh darah dan air mata, tak boleh ada duka di hari sincia”
*
Sincia telah tiba,seperti biasa ada kemeriahan dimana-mana di  rumah-rumah,mall-mall atau bahkan dipelosok desa dan benua lain, entahlah mungkin ini hanya tradisi  bagi keluarga atau tepatnya perayaan, ungkapan rasa syukur kepada semesta atas apa yang telah kami capai di tahun sebelumnya pun berisi doa dan harapan untuk kehidupan yang lebih baik  pada tahun berikutnya.
Bagi mereka terutama kanak-kanak sincia selalu istimewa,penuh tawa,makanan manis nan lezat,baju baru,saku penuh angpao,nyala lampion dan kemeriahan pertunjukan barongsai, sungguh tak ada duka,begitulah seharusnya,tapi tidak bagiku dan  Mei,gadis kecil berambut coklat dengan lesung pipit di kedua pipi putihnya.
Meski dalam keriuhan  perayaan sincia, aku tau apa yang dilapalkan mulut mungilnya setiap berada didepan altar keluarga setiap harinya,setiap tahunnya, tepatnya lima tahun belakangan ini,hingga aku hapal kalimat pembuka ketika ia berdo’a
Mei gadis kecilku yang baik, aku tau pasti itu, ia tak ingin membuat smua orang mengkhawatirkannya, ia bahkan tidak ingin membuat keributan sekecil apapun ,bahkan sekedar membantah kalimat yang aku ucapkan,tidak pernah, ia gadis yang penurut,menyimpan duka di setiap tatap matanya,aku tau itu,aku sadar itu.


**
Tiga minggu menjelang sincia biasanya Mei sudah rewel pun heboh mempersiapkan baju baru yang akan ia kenakan nanti,berikut pita rambut dan alas kaki,serba merah tentunya.ahh gadis kecil itu slalu terpesona dengan kemeriah sincia,dia akan berlari menyusuri tiap sudut mall atau pasar trasional mencari pernak-pernik  berlambang sio, coklat, jely, permen dan  tentu saja aneka kue lain  disertai ceracauan bibir mungil yang seolah tak ada letihnya. Belum lagi ketika sincia tinggal hitungan hari,oh sungguh ia akan mejelma jadi gadis  yang super sibuk di dalam rumah, semua harus bersih dan rapi,tak boleh ada laba-laba  bersarang bahkan di sudut paling tersembunyi sekalipun.
Dan ketika harinya tiba, jangan tanya betapa riang gembiranya ia,betapa cantiknya dengan balutan gaun dan pita merah menghiasi rambut panjangnya. Dengan senyum lebar dan binar bahagia ia akan soja kehadapan seluruh anggota keluarga yang lebih tua. kemudian ia dan para teman sebaya keliling mengunjungi rumah demi rumah soja kepada penghuninya yang dengan senang hati akan menyiapakn angpou ke genggaman tangan-tangan mungil mereka disertai do’a agar slalu diberkati semesta.
Kesibukan masih berlanjut bahkan hingga menjelang tidur, gadis kecil itu kembali disibukkan dengan angpao yang ia dapatkan,ia akan mengingat siapa saja mereka yang telah menyelipkan amplop merah tersebut ke tangan mungilnya,menghitung jumlah hingga menyusun rencana akan digunakan untuk apa. duuuhh sungguh ia lambang semangat yang sempurna, sebelum bencana itu tiba, bencana yang menghancurkan mimpi indahnya,semangatnya juga binar indah dimatanya bukan hanya ketika sincia tiba,tapi selamanya ya selamanya.
***
“ma,maafkan papa,baru bisa pulang menjelang malam perayaan sincia,ada yang harus papa selesaikan dulu sebelumnya” percakapan telpon dua hari menjelang sincia.
”papa akan tiba dirumah satu jam sebelum kita makan bersama,papa janji” lelaki itu berusaha menyakinkan putrinya yang merajuk meminta ia segera kembali.
Pekerjaan mengharuskan aku dan Mei terpisah dari papanya,kami hanya bisa berkumpul seminggu sekali,kecuali ketika sincia tiba,ia akan cuti untuk beberapa hari,tapi tidak kali ini.
Meski sedikit merjuk Mei tetap semangat menyiapkan segala sesuatunya,barangkali karena ia yakin papanya akan segera kembali,bahkan ketika jam makan bersama sudah lama berlalu ia masih setia menunggu di depan pintu, berharap  yang membuka pagar adalah lelaki itu.
**** 
Berawal dari sebuah berita, seketika dunia runtuh  diatas kepalaku juga Mei, tak ada keluarga,teman atau siapapun juga yang bisa menghibur kami bahkan sekedar menenangkan pun tak ada yang bisa, semua larut dalam keputusasaan  dan duka.
Lelaki berpakaian jas lengkap itu datang di pagi hari sincia, ia memperkenalkan diri sebagai utusan salah satu maskapai penerbangan nasional,  meski sempat heran dengan kedatangan orang asing tersebut aku masih bisa menahan diri untuk tidak banyak bertanya sebelum ia menyampaikan alasan kehadirannya di rumah ini.
Lelaki itu datang dengan berita tentang kecelakaan pesawat malam tadi dan sampai saat ini posisi pesawat,seluruh penumpang dan kru belum di ketahui keberadaannya,selanjutnya aku tidak tau apalagi yang ia jelaskan,pandanganku mulai buram kakiku pun tidak kuat lagi menahan tubuhku yang mendadak kehilangan tenaga, aku pingsan seketika.
Hari berlalu tampa harapan,entah menyenangkan atau menyedihkan,tapi aku tau mei selalu berharap papanya bisa di temukan dalam kondisi apapun “setidaknya masih ada guci papa di altar keluarga ma” itu yang sering ia ratapkan.

*****
“meski harimu penuh darah dan air mata,  tak boleh ada duka di hari sincia” ini pesan yang sering didongenkan oleh para sesepuh tua, turun temurun,karenanya setiap sincia tiba aku dan mei slalu menyembunyikan air mata,meski aku slalu tau do’a yang ia lapalkan tiap harinya,tiap tahunnya “tuhan tolong kembalikan papa”







Tidak ada komentar:

Posting Komentar