Senin, 14 April 2014

Ibu Aisah




“ibu aisah”
By : elly dharmawanti

*
“Aku harus bagaimana mbak? Sudah cukup sabarku,sudah cukup aku menahan malu dengan tetangga dan kerabat,sudah cukup pula bohongku pada anak-anak,aku harus bersikap apa lagi??” Perempuan itu tergugu dengan mata sembam merah dan kuyu.
Ibu aisah,perempuan setengah baya bertubuh mungil berkulit bersih,datang padaku bukan untuk yang pertama,ini kesekian kalinya ia berkeluh kesah tentang kelakuan Argis,lelaki yang telah memberinya empat orang anak,lelaki yang hampir tiga puluh lima tahun bersama,lelaki yang menoreh luka pada usianya yang nyaris senja.

Kami bertetangga sudah cukup lama,rumah kami bersebelahan, di kampung ini apapun yang terjadi serapat apapun kita menyimpan rahasia,ada saja yang tau, bahkan dengan sendirinya menyebar  serupa virus flu. Dan ini tentang Argis,keluarga paling kaya di kampung ini. Bahkan  anak kecilpun  mengetahuinya,bukan rahasia lagi jika lelaki yang sehari hari selalu tampil rapi itu memiliki affair  dengan perempuan lain, perempuan yang masih sangat belia, seusia anak gadis ketiganya. yang lebih celaka,merekapun bertetangga. Astaga, banyak orang menurut dada, tapi tak bisa berbuat apa apa, bahkan sekedar menasehati Argis. Tokoh desa, pemuka agama, semua kehilangan akal mendamaikan pertikaian keluarga.

Perempuan bertubuh mungil itu, masih saja menangis, bahunya terguncang, aku hanya bisa mengelus pelan bahunya, berusaha menenangakan dengan sedikit nasehat yang aku sendiri tidak yakin apakah berguna, nasehat yang hampir sama kuucapkan ketika ia datang padaku.”sudahlah bu,untuk apa menangis, ibu harus jaga kesehatan juga,  akan lebih kasian lagi jika anak anak melihat ibunya seperti ini, biarkan dan pasrahkan saja dengan yang kuasa,dan yakinkan diri ibu bahwa apapun yang ibu alami sekarang itu merupakan cobaan buat ibu dan keluarga” dan  perempuan bertubuh mungil itu masih saja menangis.

Di kampung kami, sudah cukup lama beredar kabar, mulanya hanya berupa kabar angin yang tak jelas siapa pertama kali menghembuskannya,ibu aisah  pun awalnya tak percaya, ia hanya menduga itu sengaja disebarkan oleh saingan – saingan bisnis suaminya, tapi nyatanya makin hari kabar tersebut makin kian nyata,dan ia semakin curiga,bahkan  diam-diam menyelidiki kebenaran kabar tersebut, juga mulai menghubung-hubungkan serta mereka –reka beberapa peristiwa yang mulanya ia anggap hanya kebetulan.

**
Mirna , gadis belia hanya tamatan sekolah dasar ,meski begitu ia cukup jelita, banyak pemuda mendekati, banyak yang hendak menjadi pacar, tapi entah kenapa  pilihannya jatuh pada Argis, lelaki setengah baya yang kaya. Banyak orang  menduga – duga  banyak yang berprasangka, banyak pula yang mencibir atau membuang muka ketika berpapasan dengan mirna.  Dan mirna acuh saja, seperti tak perduli dengan sekitar, begitu juga dengan keluarganya, mereka tak pernah peduli , bahkan terkesan  bangga, bahwa anak gadisnya akan segera dipinang lelaki kaya, meski mungkin akan jadi istri kedua. sungguh cinta tak pernah bisa diduga. Tapi benarkah ini cinta? Entahlah karena sesungguhnya ada hati yang terluka atas keputusan yang diambil Mirna. hati seorang pemuda yang sejak lama mencintai dia, yang sejak lama membina kasih dengan mirna, kemudian dicampakkan begitu saja.



***
Seperti malam-malam yang  lain, Agus mengurung diri dikamarnya yang sempit, hatinya penuh luka,seumur hidup baru kali ini ia menyesal terlahir begitu miskin,tidak memiliki apa-apa, dan  karena alasan itu pula mirna meninggalkannya. mirna,mirna,mirna, benaknya dipenuhi dengan nama dan wajah mirna, hingga ia sulit memejamkan mata meski lelah mendera. ia begitu mencintai gadis itu, hingga  dunianya runtuh ketika mendengar mirna pergi meninggalkannya dan memilih argis, lelaki kaya yang lebih pantas menjadi bapaknya. Lelaki yang dengan tiba-tiba menghancurkan semua mimpinya, lelaki yang diam-diam menyulut bara.

****
Seperti hari  sebelumnya, ibu aisah kembali mengunjungiku sore ini,tangisnya lebih hebat dari biasanya, ia bahkan tidak bisa berkata-kata, aku membiarkan perempuan itu menumpahkan segala gundahnya, aku hanya bisa meranggulnya dalam diam. “celaka mbak, celaka, suamiku semakin gila, ia bahkan sudah berani meminta restuku untuk menikahi si mirna”setelah reda tangisnya ibu aisah mulai bercerita. Dan mulutku makin ternganga,tak bias berkata apa-apa,kubiarkan perempuan itu menangis sesukannya.

*****
Malam gelap gulita, suara jangkrikpun tak terdengar malam ini,seluruh isi kampung lelap dalam mimpi dan dingin.tapi tidak di rumah agus.pemuda itu sama sekali tak bisa memejamkan matanya,pikirannya kacau hatinya dipenuhi bara, tekatnya begitu  bulat,sampai kapanpun ia tidak rela mirna menjadi milik orang lain.Dengan rahang mengeras menahan marah, dalam diam dalam gelap ia melangkah ke belakang rumah, meraih golok di balik pintu yang biasa ia gunakan ke ladang,mengasahnya lebih tajam lagi.

******
Esok sorenya ketika orang-orang kampung melintasi jalan setapak pulang menuju rumah setelah seharian di ladang, mereka di kejutkan dengan sesosok tubuh telengkup bersimbah darah tak bernyawa lagi,lebih terkejut ketika menyadari bahwa orang itu argis,lelaki yang dalam hitungan hari akan segera melangsungkan pernikahannya dengan mirna.seisi kampung gempar, isak tangis keluarga terdengar memecah sunyi.lantas bisik-bisik tetangga mulai terdengar dan menduga-duga siapa dibalik ini semua.
Sementara itu  jauh di perbatasan kota,meski hatinya diliputi takut yang sangat luar biasa,Agus melangkah tenang menaiki bus antar propinsi. ( foto : duta suhanda)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar